Bisnis Jamur tiram merupakan salah satu peluang bisnis yang cukup menjanjikan. Rasa jamur ini yang cukup lezat dan dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk makanan serta perawatannya yang mudah membuat bisnis ini banyak diminati. Kreatifitas bisnis dengan mengolah barang mentah menjadi barang jadi ternyata memberikan berkah tersendiri bagi pasangan Tri Sugiatno dan Wiwik Widiastuti. Sukses merintis bisnis keripik jamur tiram dimulai dari awal membudidayakan jamur tiram dan menjualnya sebagai sayuran ke sekitar rumahnya. Kini dengan bisnis keripik jamur yang sudah berjalan dengan baik mereka bisa mendapatkan pemasukan jutaan rupiah.
Keripik Jamur Tiram
Awal bisnis keripik jamur tiram ini dimulai pada saat Wiwik datang ke acara lomba desa di Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Pada acara tersebut hasil budidaya jamur tiram petani merupakan salah satu peserta lomba. Dari situlah Wiwik terdorong membudidayakan Jamur tiram, karena prosesnya mudah dan murah.
Sebagai permulaan dalam usaha budidaya jamur tiram dibelilah 200 bag log (campuran bibit jamur, serbuk kayu, bekatul kapur kawur, dan pupuk dalam plastik) seharga Rp 300.000. Bag log itu lalu disusun di kumbung (rumah jamur) berdindingkan anyaman bambu seluas 42 meter persegi, di samping rumahnya.
Perawatan jamur tiram pun cukup mudah karena hanya dengan disiram air bersih setiap hari, hingga jamur berwarna putih tumbuh di setiap bag log. Dalam waktu satu bulan, jamur sudah bisa dipanen. Jamur itu terus muncul sampai empat hingga lima bulan berikutnya, sebelum kemudian bag log harus diganti baru.
Jamur putih yang dipanen sekitar lima kilogram setiap hari itu lalu dijual ke tetangganya Rp 8.000 per kilogram. Ternyata minat para tetangga membeli jamur tiram yang dipakai membuat sayuran cukup tinggi.
Banyaknya peminat itulah yang mendorong Wiwik dan Tri menambah jumlah bag log sampai akhirnya tahun 2007 sebanyak 1.000 bag log dibudidayakan di kumbung. Hasilnya, setiap hari mereka panen sampai 30 kilogram jamur putih.
Namun, banyaknya jamur putih yang dipanen itu justru membingungkan Wiwik dan Tri. Pasalnya, dari 30 kilogram hasil setiap hari, hanya sekitar 5 sampai 10 kilogram yang bisa terjual. Sisanya, menumpuk di gudang, tak ada pembelinya.
Dari situlah Tri lalu berpikir mengolah jamur tiram menjadi keripik, dengan harapan jamur tiram akan bisa terjual semuanya dan memiliki nilai tambah. Meski ide ini cukup bagus ternyata tidak mudah diwujudkan. Minimnya pengalaman membuat keripik Jamur tiram menjadi permasalahan tersendiri.Serangkaian percobaan membuat keripik jamur tiram tidak kunjung berhasil, Ada yang keripiknya melempem, ada yang rasanya enggak enak dan lain-lain. Meski demikian mereka tetap gigih dan tidak putus asa dalam melakukan percobaan dalam menemukan formula yang pas dalam membuat kerikipik Jamur tiram.
Sampai pada percobaan memasak ke-10, Tri dan Wiwik menemukan takaran yang pas. Jamur tiram yang digoreng dengan dicampur tepung terasa gurih dan enak rasanya.Dengan pegangan ”resep rahasia” itu, keduanya memasak sekitar lima kilogram jamur untuk dijadikan keripik. Ada dua jenis keripik yang dijual, keripik berkualitas baik dijual Rp 70.000 per kilogram. Keripik yang nomor dua dijual Rp 1.250 per kemasan kecil.
Keripik jamur tiram awalnya dicoba dijual ke tetangga, warung, dan restoran sekitarnya. Awalnya ada penolakan karena sejauh yang mereka tahu jamur bisa membuat keracunan. Namun, setelah keripik dicoba dan aman, mereka pun membelinya dan menjadi pelanggan tetap.
Permintaan Keripik Jamur Tiram mengalir
Penyebaran dari mulut ke mulut membuat keripik kian dikenal. Awal 2009, permintaan bertambah, tetapi produksi jamur tiram terbatas.”Permintaan datang dari luar Madiun, seperti Banjarmasin, Samarinda, Riau, dan Madura. Ada eksportir dari Lumajang yang menawarkan ekspor produk saya. Banyak juga tenaga kerja Indonesia yang membawa keripik saya untuk dijual di luar negeri,” ujar Tri.
Tri pun mencoba bekerja sama dengan 11 petani jamur di wilayah Dungus dan Kresek, Madiun. Jamur petani dibeli Rp 8.500 per kilogram ditambah jamur budidaya sendiri, Tri dan Wiwik mendapatkan jamur setengah kuintal per hari. Jamur dimasak dengan enam penggorengan untuk menghasilkan setengah kuintal keripik per hari.
Omzet penjualan keripik sekitar Rp 3 juta per hari. Penghasilan bersih sekitar 10-20 persen dari omzet, antara Rp 300.000 sampai Rp 600.000. Padahal, tiga tahun yang lalu, omzet dari menjual jamur tiram putih hanya Rp 40.000 per hari.
Ternyata jumlah produksi itu belum cukup memenuhi permintaan, terutama seperti mendekati Lebaran. ”Permintaan naik 100 persen. Butuh satu kuintal jamur tiram putih per hari untuk memenuhi permintaan. Hanya separuh permintaan yang dipenuhi,” kata Tri.
”Budidayanya mudah, murah, dan potensi pasarnya besar, tetapi sayang tidak banyak warga yang mengetahui hal ini sehingga ragu membudidayakannya,” tambahnya.
Karena itu, setiap kali warga atau mahasiswa datang belajar budidaya jamur tiram, dia memberikan pelajaran gratis. Biar semakin banyak orang mau menanam jamur tiram. Jika pasokan jamur tiram itu terbatas, obsesinya membuat waralaba keripik produksinya pun terganjal. (Galeriukm).
Sumber:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/10/27/0912458/raup.jutaan.rupiah.dari.keripik.jamur.tiram
galeri ukm